30 November 2009
BATAN DAN FILARIASIS
Sampai saat ini penyakit menular masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang termasuk Indonesia. Salah satu penyakit menular yang pada tahun-tahun belakangan ini menyerang beberapa provinsi di Indonesia termasuk sebagian warga di provinsi Jawa Barat dan Banten, adalah penyakit kaki gajah atau dikenal dengan filariasis. Beberapa daerah dinyatakan sudah mengalami endemis di antaranya Garut, Tasikmalaya, Karawang, Subang, Purwakarta, Bekasi, Bogor dan Depok. Malahan kota Bandung pun tidak luput dari serangan penyakit ini. Karena jumlah penderita filariasis cukup signifikan, maka penyakit ini telah menjadi suatu penyakit yang membutuhkan perhatian dan penanganan yang serius dari Departemen Kesehatan RI khususnya Bidang Pelayanan dan Penanganan Penyakit Menular.
Ruang lingkup kebutuhan penelitian dalam menanggulangi penyakit menular adalah mencakup metode pengendalian dan pencegahan, salah satu termasuk di dalamnya penelitian tentang diagnosis dan pendeteksian dini. Penyebab filariasis yang paling sering ditemukan di Indonesia adalah cacing gelang genus filaria Wuchereria bancrofti. Cacing ini hidup dan berkembang biak dalam darah dan jaringan penderita. Dalam mendeteksi secara dini penyakit filariasis, pihak Dep.Kesehatan mengalami kesulitan karena pendeteksian adanya infeksi cacing filaria dari sampel darah harus dilakukan pada malam hari. Seperti diketahui cacing tersebut pada siang hari berada pada saluran limfatik dan bermigrasi ke saluran darah pada malam hari.
Metode limfosintigrafi yang berkembang baru-baru ini di kedokteran nuklir adalah suatu cara diagnosis atau penelusuran sistem limfatik menggunakan radiofarmaka bertanda radionuklida pemancar sinar-gamma yang disuntikkan secara intradermal ke dalam saluran limfatik, dan pergerakan dari radiofarmaka tersebut dapat dideteksi dari luar tubuh dengan kamera gamma atau probe khusus untuk limfosintigrafi, sehingga diperoleh gambaran seluruh sistem limfatik beserta kelainan atau penyumbatannya. Sejauh ini limfosintigrafi hanya dilakukan untuk mengetahui adanya penyumbatan dalam sistem limfatik tanpa mengetahui apa yang menjadi penyebabnya atau untuk menelusuri adanya sentinel node pada penderita kanker payudara, getah bening dll. Dengan mengembangkan radiofarmaka yang spesifik dapat mendeteksi keberadaan cacing filaria, diharapkan metode limfosintigrafi dapat dimanfaatkan dan menyelesaikan masalah yang dihadapi praktisi medis dalam mendeteksi dini penyakit filariasis.
BATAN melakukan penelitian ini dengan mengembangkan pembuatan radiofarmaka dengan cara menggabungkan senyawa dietil-karbamazin (DEC) yang telah dikenal secara luas sebagai suatu obat anti filariasis dengan radionuklida teknesium-99m (99mTc) yang diperoleh dari hasil luruh radioisotop Molibdenum-99 (99Mo) hasil aktivasi 98MoO3 alam di reaktor nuklir, membentuk suatu senyawa bertanda 99mTc-dietil-karbamazin (99mTc-DEC) yang diharapkan dapat digunakan sebagai kit-diagnostik terpilih untuk mendeteksi secara dini penyakit filariasis sehingga tindak lanjut pengendalian dan pengobatan penyakit dapat dilakukan secara lebih cepat, tepat, spesifik dan akurat.
Sumber : Dra. Nanny Kartini Oekar, MSc. P.U, PTNBR BATAN Bandung
Lihat juga : www.filariasis.org
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
thank you to share and critique my blog