Walau ketersediaan Keladi
Tikus di alam bebas cukup banyak, masalah pencarian pada musim kemarau
biasanya selalu mengalami kesulitan. Ini disebabkan daun Keladi Tikus
pada musim tersebut pada umumnya menghilang (mengering). Selain itu
bila pencarian hanya dilakukan pada akhir musim hujan atau awal musim
kemarau, penyimpanan Keladi Tikus (walau dalam bentuk kering) menjadi
terlalu lama. Ini tentu saja akan mengurangi kualitas produk herbal itu
sendiri. Jadi budidaya Keladi Tikus bertujuan untuk memenuhi
ketersediaan bahan serta menjaga kualitas.
Agak berbeda dengan di alam
liar di mana Keladi Tikus kebanyakan ditemukan di bidang-bidang yang
tidak terkena sinar matahari langsung, untuk budidaya yang paling bagus
justru pada ladang yang terkena matahari langsung. Kondisi demikian
membutuhkan kelembaban tanah yang tinggi. Bila tanah mengering biasanya
daun Keladi Tikus juga mulai punah.
Penyediaan bibit Keladi Tikus.
Langkah
cukup penting dalam budidaya Keladi Tikus adalah penyediaan benih.
Hanya dengan benih yang berkualitas akan diperoleh umbi Keladi Tikus
yang berkualitas pula. Penyediaan benih sendiri secara umum bisa
dibedakan menjadi tiga model.
Benih tunas : didapat dari
tunas-tunas (rimpang) yang keluar dari umbi dewasa. Rimpng ini
kira-kira sebesar pangkal lidi. Setiap umbi biasanya mempunyai tunas 2
sampai 6 buah.
Benih potong : benih potong diambil dari umbi Keladi Tikus dewasa yang dipotong-potong menjadi 6 sampai 10 bagian.
Benih
kulit : benih kulit didapat dari limbah kulit Keladi Tikus saat
pengolahan (pengupasan). Untuk benih kulit ini diperlukan tempat
persemaian benih terlebih dahulu. Persemaian ini nantinya bertujuan
untuk mensortir benih yang layak tanam, yaitu dengan memilih benih yang
tumbuh dengan sehat. Biasanya pemilihan benih demikian baru bisa
dilakukan setelah 5 sampai dengan 6 bulan, dihitung mulai dari
penanaman kulit.
Penyediaan tempat persemaian benih.
Sebelum
kita mengambil benih, hendaknya kita membuat media untuk persemaian
terlebih dahulu. Media ini berupa humus – kompos yang dicampur dengan
20% sampai 30% tanah. Diamkan media tersebut sekitar 2 minggu agar
media media siap pakai (tidak mengeluarkan panas lagi). Siapkan bidang
sebagai tempat persemaian dan tutup dengan media yang telah dibuat
dengan ketebalan sekitar 5 cm dengan merata. Taburkan benih yang sudah
ada kemudian taburkan lagi media dengan ketebalan tidak lebih dari 2
cm. Untuk jenis benih kulit, setelah ditaburkan tidak perlu ditutup
dengan media lagi.
Perawatan
Basahi
persemaian tersebut dengan air. Pemberian air harus hati-hati agar
permukaan persemaian tidak rusak, sehingga benih muncul dipermukaan.
Tutuplah dengan plastik agar media tidak lembab. Menjaga kelembaban
adalah sangat penting untuk awal pembibitan. Walau demikian media tidak
boleh terlalu basah, karena akan menyebabkan benih-benih membusuk. Bila
beberapa tunas sudah mulai muncul (tumbuh), maka plastik penutup harus
diambil. Untuk benih tunas (rimpang) dalam waktu 4 sampai 5 minggu
biasanya sudah siap untuk dipindahkan kelahan pembesaran. Benih potong
memerlukan waktu hampir dua kali lipat. Sedangkan benih dari kulit
(limbah) baru siap dipindahkan sekitar 5 bulan.
Pemindahan ke tempat pembesaran.
Siapkan
petak untuk pembesaran dengan ukuran lebar 1 sampai 1.5 m, tinggi
sekitar 15 cm dan panjang sesuai kondisi ladang yang ada agar cukup
efektif. Campur tanah dengan 30% kompos. Pilih benih yang sehat dan
tanam dengan kedalaman sekitar 7 cm serta jarak satu sama lain 7 cm
juga. Bila jarak tanam terlalu dekat akan mengakibatkan pertumbuhan
yang kurang bagus. Jagalah kelembaban tanahnya. Untuk bidang pembesaran
di sawah bisa dalam seminggu sekali dialiri air. Terlalu banyak air
hanya akan menyebabkan tumbuhnya daun yang berlebihan dan kualitas umbi
untuk tujuan pngobatan menjadi rendah.
Hama utama dari Keladi Tikus adalah ulat. Untuk menghilangkan ulat-ulat ini haruslah diambil setiap
hari. Jangan disemprot dengan peptisida. Penyemprotan dengan peptisida
tidak akan hilang walaupun umbi dicuci beberapa kali. Karena peptisida
sifatnya meresap kedalam tanaman (seperti disuntikkan). Musuh lain dari
Keladi Tikus adalah rumput liar. Keladi Tikus mudah sekali mati bila
sekelilingnya dipenuhi oleh rumput liar. Oleh sebab itu mencabut rumput
liar di antara Keladi Tikus harus dilakukan secara rutine. Penyediaan
petak dengan lebar 1 sampai 1.5 m di atas bertujuan untuk memudahkan
pembersihan rumput-rumput dan menganbil ulat.
Dalam waktu 10
bulan Keladi Tikus sudah siap dipanen. Dalam sekali tanam Keladi Tikus
bisa dipanen beberapa kali. Selain itu sebenarnya Keladi Tikus tidak
mengenal musim. Persyaran yang harus dipenuhi adalah kelembaban tanah
terus terjaga (terutama di musim kemarau). Dengan demikian penanaman
dapat dilakukan secara bertahap, sehingga musim panenpun bisa diatur
dengan bertahap. Perlu diperhatikan bila budidaya Keladi Tikus
dilakukan di persawahan. Setelah panen Keladi Tikus akan menyisakan
puluhan ribu tunas (rimpang). Tunas-tunas ini akan tumbuh diantara
tanaman padi dan cukup sulit untuk dihilangkan.
Info : Natureindonesia
31 Oktober 2010
20 Juni 2010
Anting – anting yang memiliki nama latin Acalypha australis L. Berfamili : Euphorceae. Juga memiliki nama daerah: Anting-anting
Herba Semusim, tegak. berambut. Batang tinggi 30 - 50 cm. bercabang, dengan garis memanjang kasar. Tumbuh di pinggir jalan, lapangan rumput, lereng gunung. Daun letak berseling bentuk bulat lonjong sampai lanset, bagian ujung dan pangkal daun lancip, tepi bergerigi, panjang 2,5 - 8 cm, lebar 1,5 - 3,5 cm. Bunga berkelamin tunggal dan berumah satu, keluar dari ketiak daun, bunganya kecil-kecil dalam rangkaian berupa malai. Buahnya kecil. Akar dari tanaman ini sangat disukai anjing dan kucing.
Nama Lokal :
Tie xian (China).;
Penyakit Yang Dapat Diobati :
Disentri basiler dan disentri amuba, Diare, Malnutrition, mimisan; Muntah darah, Berak darah, Kencing darah, Malaria;
Pemanfaatan :
BAGIAN YANG DIPAKAI:
Seluruh tanaman, pemakaian segar atau kering.
KEGUNAAN:
1. Disentri basiler dan disentri amuba.
2. Diare, anak dengan berat badan rendah (malnutrition) dan
gangguan pencernaan.
3. Muntah darah, mimisan, berak darah (melena), kencing darah
(hematuria).
4. Malaria.
PEMAKAIAN :
9 - 15 gram kering atau 30 - 60 gram segar, direbus, minum.
PEMAKAIAN LUAR:
Herba segar dilumatkan, tempel atau direbus, airnya untuk cuci.
Dipakai untuk bisul, koreng, luka berdarah, eczema, dermatitis,
gigitan ular.
CARA PEMAKAIAN:
1. Dermatitis, eczema, koreng:
Herba segar secukupnya direbus, airnya untuk cuci di tempat yang
sakit.
2. Perdarahan, luka luar:
Herba segar ditambah gula pasir secukupnya, dilumatkan dan
ditempel ke tempat yang sakit.
3. Disentri amoeba:
30 - 60 gram tanaman kering (seluruh batang) direbus, sehari dibagi
2 kali minum, selama 5 - 10 hari.
4. Diare, disentri basiler, muntah darah, mimisan, berak darah (melena),
batuk:
Herba kering 30 - 60 gram direbus, minum.
5. Disentri basiler:
Acalypha australis 30 - 60 gram, Portulaca oleracea (Gelang) dan
gula masing-masing 30 gram rebus, minum setelah dingin.
Komposisi :
SIFAT KIMIAWI DAN EFEK FARMAKOLOGIS: Rasa pahit, astringen, sejuk. Anti-radang, antibiotik, peluruh air seni, astringen menghentikan perdarahan (hemostatik).
Herba Semusim, tegak. berambut. Batang tinggi 30 - 50 cm. bercabang, dengan garis memanjang kasar. Tumbuh di pinggir jalan, lapangan rumput, lereng gunung. Daun letak berseling bentuk bulat lonjong sampai lanset, bagian ujung dan pangkal daun lancip, tepi bergerigi, panjang 2,5 - 8 cm, lebar 1,5 - 3,5 cm. Bunga berkelamin tunggal dan berumah satu, keluar dari ketiak daun, bunganya kecil-kecil dalam rangkaian berupa malai. Buahnya kecil. Akar dari tanaman ini sangat disukai anjing dan kucing.
Nama Lokal :
Tie xian (China).;
Penyakit Yang Dapat Diobati :
Disentri basiler dan disentri amuba, Diare, Malnutrition, mimisan; Muntah darah, Berak darah, Kencing darah, Malaria;
Pemanfaatan :
BAGIAN YANG DIPAKAI:
Seluruh tanaman, pemakaian segar atau kering.
KEGUNAAN:
1. Disentri basiler dan disentri amuba.
2. Diare, anak dengan berat badan rendah (malnutrition) dan
gangguan pencernaan.
3. Muntah darah, mimisan, berak darah (melena), kencing darah
(hematuria).
4. Malaria.
PEMAKAIAN :
9 - 15 gram kering atau 30 - 60 gram segar, direbus, minum.
PEMAKAIAN LUAR:
Herba segar dilumatkan, tempel atau direbus, airnya untuk cuci.
Dipakai untuk bisul, koreng, luka berdarah, eczema, dermatitis,
gigitan ular.
CARA PEMAKAIAN:
1. Dermatitis, eczema, koreng:
Herba segar secukupnya direbus, airnya untuk cuci di tempat yang
sakit.
2. Perdarahan, luka luar:
Herba segar ditambah gula pasir secukupnya, dilumatkan dan
ditempel ke tempat yang sakit.
3. Disentri amoeba:
30 - 60 gram tanaman kering (seluruh batang) direbus, sehari dibagi
2 kali minum, selama 5 - 10 hari.
4. Diare, disentri basiler, muntah darah, mimisan, berak darah (melena),
batuk:
Herba kering 30 - 60 gram direbus, minum.
5. Disentri basiler:
Acalypha australis 30 - 60 gram, Portulaca oleracea (Gelang) dan
gula masing-masing 30 gram rebus, minum setelah dingin.
Komposisi :
SIFAT KIMIAWI DAN EFEK FARMAKOLOGIS: Rasa pahit, astringen, sejuk. Anti-radang, antibiotik, peluruh air seni, astringen menghentikan perdarahan (hemostatik).
Daun Kentut
(Paederia scandens (Lour.) Merr.)
Sinonim :
= P. chinensis Hance. = P. foetida Auct. = P. foetida, Linn. = P. tomentosa, Bl.
Familia :
Rubiaceae
Uraian :
Nama Lokal :
Kahitutan (Sunda), Kasembukan (Jawa), ; Bintaos, kasembhukan (Madura), Gumi siki (Ternate); Daun kentut, sembukan (Sumatera); Ji shi teng (China).;
Penyakit Yang Dapat Diobati :
Radang usus (enteritis), Bronkhitis, Reumatik, tulang patah, keseleo; Kejang, perut kembung, Sakit kuning (hepatitis), disentri, batuk; Keracunan organic, Kencing tidak lancar, Luka benturan;
Pemanfaatan :
BAGIAN YANG DIPAKAI: Seluruh herba atau akar. Setelah dikumpulkan, dicuci Ialu dijemur, disimpan dalam tempat kering, untuk digunakan bila perlu. KEGUNAAN: · Kejang (kolik) kandung empedu dan saluran pencernaan, perut kembung. - Rasa sakit pada luka, mata atau telinga. · Bayi dengan gangguan penyerapan makanan, mainutrisi. · Sakit kuning (icteric hepatitis), radang usus (enteritis), disentri. · Bronkhitis, batuk (whooping cough). · Rheumatism, luka akibat benturan, tulang patah (fraktur), keseleo. · Darah putih berkurang (leukopenia) akibat penyinaran (radiasi) - Keracunan organic phosphorus pada produk pertanian. - Kencing tidak lancar.
PEMAKAIAN:
Untuk minum: 15-60 g, rebus. Pemakaian luar: Herba secukupnya setelah dicuci bersih digiling halus, untuk diturapkan kebagian yang sakit atau herba secukupnya digodok, airnya untuk cuci. Dipakai untuk pengobatan radang kulit (dermatitis), ekzema, luka, abses, bisul, borok pada kulit, gigitan ular berbisa.
CARA PEMAKAIAN:
1. Perut mules karena angin : 25 lembar daun dibuat sayur atau dikukus, makan sebagai lalab matang. Untuk luarnya, daun dilayukan diatas api lalu diikatkan pada perut.
2. Mata terasa panas dan bengkak: Daun secukupnya dicuci bersih lalu direbus dengan air. Setelah mendidih diangkat, penderita didudukkan diatas uapnya. Bila air sudah hangat, maka daunnya dibungkus dengan sepotong kain, letakkan diatas mata yang sakit sampai daun menjadi dingin, baru kompres tersebut diganti lagi.
3. Sakit lambung (gastritis), perut kembung, disentri : 15-60 g daun segar dicuci lalu ditumbuk sampai seperti bubur. Tambahkan 1 cangkir air matang dan 1-2 sendok teh garam, aduk merata lalu disaring. Minum sebelum makan.
4. Herpes zooster (cacar ular): Daun dicuci lalu ditumbuk sampai seperti bubur. Tambahkan sedikit air dan garam secukupnya, untuk dibalurkan disekitar gelembung- gelembung kecil dikulit.
5. Sariawan: 1/6 genggam daun kentut, 1/5 genggam daun iler, 1/4 genggam daun saga, 1/5 genggam daun picisan, 1/4 genggam daun sembung, 1/4 genggam pegagan, 3/4 sendok teh adas, 3/4 jari pulosari, 3/4 sendok teh ketumbar, 1/2 jari rimpang lempuyang, 1/2 jari rimpang kunyit, 3/4 jari kayu manis, 3 jari gula enau, dicuci dan dipotong- potong seperlunya. Rebus dengan 4 1/2 gelas air bersih. sampai tersisa kira-kira setengahnya. Setelah dingin disaring, dibagi untuk 3 kali minum, habis dalam 1 hari.
6. Radang telinga tengah: 1/2 genggam daun dicuci bersih lalu digiling halus. Remas dengan 1 sendok makan air garam, diperas dan disaring. Airnya dipakai untuk menetes anak telinga yang sakit. Teteskan 4-6 kali sehari, setiap kali 3 tetes.
7. Ekzema, kulit gatal (pruritus), neurodermatitis: Batang dan daun segar secukupnya dicuci bersih lalu digiling halus, tempelkan ketempat kelainan. Catatan: Sudah dibuat obat suntik. lnjeksi obat ini menimbulkan rasa sakit lokal. Minum herba ini menimbulkan rasa bau yang khas pada hawa napas dan kencing si pemakai.
Komposisi :
SIFAT KIMIAWI DAN EFEK FARMAKOLOGIS:
Rasa manis, lama-lama terasa sedikit pahit, netral. Anti rematik, penghilang rasa sakit (analgetik), peluruh kentut (karminatif, peluruh kencing, peluruh dahak (mucolytic), penambah napsu makan (stomakik), antibiotik, anti radang, obat batuk (antitussif, menghilangkan racun (detoksifikasi), obat cacing, pereda kejang. KANDUNGAN KIMIA: Batang dan daun mengandung: Asperuloside, deacetylasperuloside, scandoside, paederosid, paederosidic acid dan gama-sitosterol, arbutin, oleanolic acid dan minyak menguap.
10 Mei 2010
Beringin ( Ficus benjamina)
Gambar 1: Penampang Daun Beringin ( Ficus benjamina)
A. Morfologi tumbuhan
Pohon besar, tinggi 20-25 m, berakar tunggang. Batang tegak, bulat, permukaan kasar, coklat kehitaman, percabangan simpodial, pada batang keluar akar gantung (akar udara). Daun tunggal, bertangkai pendek, letak bersilang berhadapan, bentuknya lonjong, tepi rata, ujung runcing, pangkal tumpul, panjang 3-6 cm, lebar 2-4 cm, pertulangan menyirip, hijau. Bunga tunggal, keluar dari ketiak daun, kelopak bentuk corong, mahkota bulat, halus, kuning kehijauan. Buah buni, bulat, panjang, 0,5-1 cm, masih muda hijau, setelah tua merah. Biji bulat, keras, putih.
Pohon besar, tinggi 20-25 m, berakar tunggang. Batang tegak, bulat, permukaan kasar, coklat kehitaman, percabangan simpodial, pada batang keluar akar gantung (akar udara). Daun tunggal, bertangkai pendek, letak bersilang berhadapan, bentuknya lonjong, tepi rata, ujung runcing, pangkal tumpul, panjang 3-6 cm, lebar 2-4 cm, pertulangan menyirip, hijau. Bunga tunggal, keluar dari ketiak daun, kelopak bentuk corong, mahkota bulat, halus, kuning kehijauan. Buah buni, bulat, panjang, 0,5-1 cm, masih muda hijau, setelah tua merah. Biji bulat, keras, putih.
B. Klasifikasi tanaman
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Bangsa : Urticales
Suku : Moraceae
Marga : Ficus
Jenis : Ficus benjamina L
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Bangsa : Urticales
Suku : Moraceae
Marga : Ficus
Jenis : Ficus benjamina L
C. Kandungan kimia dan khasiat
Akar udara mengandung asam amino, fenol, gula, dan asam orange. Penyakit yang dapat diobati : pilek, demam tinggi, radang amandel (tonsilitis), nyeri rematik sendi, luka terpukul (memar), influenza, radang saluran napas (bronchitis), batuk rejan (pertusis), malaria, radang usus akut (acute enteritis), disentri, dan kejang panas pada anak.
Dewasa ini beringin maupun saga banyak digunakan dalam ramuan tradisional untuk pengobatan kanker. Berdasarkan data empiris yang ada, kedua tanaman tersebut memang sudah terbukti mampu mengobati atau mencegah kanker. Beringin putih dan saga mempunyai kandungan yang sama yaitu saponin, flavanoid, dan alkaloid yang mampu menghambat laju pertumbuhan sel kanker namun tidak dapat membunuh sel kanker (agen kemopreventif)
Akar udara mengandung asam amino, fenol, gula, dan asam orange. Penyakit yang dapat diobati : pilek, demam tinggi, radang amandel (tonsilitis), nyeri rematik sendi, luka terpukul (memar), influenza, radang saluran napas (bronchitis), batuk rejan (pertusis), malaria, radang usus akut (acute enteritis), disentri, dan kejang panas pada anak.
Dewasa ini beringin maupun saga banyak digunakan dalam ramuan tradisional untuk pengobatan kanker. Berdasarkan data empiris yang ada, kedua tanaman tersebut memang sudah terbukti mampu mengobati atau mencegah kanker. Beringin putih dan saga mempunyai kandungan yang sama yaitu saponin, flavanoid, dan alkaloid yang mampu menghambat laju pertumbuhan sel kanker namun tidak dapat membunuh sel kanker (agen kemopreventif)
Kelor (Moringa oleifera L.)
Gambar 1. [A] Tanaman kelor secara keseluruhan, [B] Daun kelor (Brenner, 2002)
Nama tanaman
Nama ilmiah: Moringa oleifera L.
Nama lokal : kelor
Klasifikasi Tanaman
Kingdom : Plantae
Divisio : Magnoliophyta
Class : Magnoliopsida
Ordo : Brassicales
Famili : Moringaceae
Genus : Moringa
Spesies : Moringa oleifera L.
Uraian Tanaman
Moringa oleifera
L. dapat berupa semak atau dapat pula berupa pohon dengan tinggi 12 m
dengan diameter 30 cm. Kayunya merupakan jenis kayu lunak dan memiliki
kualitas rendah. Daun tanaman kelor memiliki
karakteristik bersirip tak sempurna, kecil, berbentuk telur, sebesar
ujung jari. Helaian anak daun memiliki warna hijau sampai hijau
kecoklatan, bentuk bundar telur atau bundar telur terbalik, panjang 1-3
cm, lebar 4 mm sampai 1 cm, ujung daun tumpul, pangkal daun membulat,
tepi daun rata. Kulit akar berasa dan berbau tajam dan pedas, dari
dalam berwarna kuning pucat, bergaris halus, tetapi terang dan
melintang. Tidak keras, bentuk tidak beraturan, permukaan luar kulit
agak licin, permukaan dalam agak berserabut, bagian kayu warna cokelat
muda, atau krem berserabut, sebagian besar terpisah.
Kandungan dan Manfaat Tanaman
Moringa oleifera L.
mengandung kombinasi senyawa yang unik yaitu isotiosianat dan
glukosinolat. Isotiosianat (ITC) merupakan zat yang terdapat dalam
berbagai tanaman, termasuk Moringa oleifera L., dan memiliki
potensi sebagai agen kemopreventif. Secara in vivo, isotiosianat telah
menunjukkan aktivitas sebagai agen antikanker. Di alam isotiosianat
berada dalam bentuk benzil isotiosianat (BITC) [Gambar 2.A], phenetil
isotiosianat (PEITC) [Gambar 2.B], atau phenyl isotiosianat (PITC)
[Gambar 2.C] (Bose, 2007). Isotiosianat terlepas dari tanamannya
melalui aksi enzim mirosinase setelah sel tanaman itu rusak, seperti
saat dipanen atau saat dikunyah (Zhang dkk., 2009). Atas dasar
fakta-fakta tersebut berbagai penelitian mengenai isotiosianat telah
banyak dilakukan.
Gambar 2. [A] Struktur benzil isotiosianat [B] fenetil isotiosianat [C] fenil isotiosianat (Bose, 2007)
Penelitian Mekanisme Antikanker
Berbagai
penelitian menunjukkan bahwa mekanisme aksi isotiosianat adalah melalui
induksi enzim pemetabolisme fase 1 dan enzim pemetabolisme fase 2.
(Hetch, 1999). Efektifitas tanaman ini sebagai agen antikanker juga
terbukti dari beberapa publikasi penelitian yang menyatakan bahwa
benzyl isothiosianat (BITC) secara in vitro mampu menginduksi apoptosis
terhadap sel kanker ovarium (Bose, 2007). BITC juga dapat menginhibisi pertumbuhan sel kanker pankreas BxPC-3 secara signifikan dengan IC50
8 μM melalui fase G2/M cell cycle arrest serta induksi apoptosis
(Srivastava & Singh, 2004). Bharali dkk melaporkan bahwa ekstrak
etanolik dari Moringa oleifera L. berpotensi sebagai agen
kemoprefentif terhadap karsinogenesis yang disebabkan oleh bahan kimia.
PEITC mampu menginhibisi induksi kanker paru-paru oleh NNK melalui
mekanisme pengurangan pembentukan DNA adduct dan juga dapat menginduksi apoptosis (Sticha dkk., 2002)
Daftar Pustaka
Anwar, F., Said, L., Ashraf, M., dan Gilani, A.H., 2007, Moringa oleifera: a Food Plant with Multiple Medicinal Uses, Phytotherapy Research, 21: 17-25.
Bose, C.K., 2007, Possible role of Moringa Oleifera L. root in epithelial ovarian cancer, MedGenMed, 9(1): 26.
Hetch, S.S., 2009, Chemoprevention of cancer by isothicyanates, modifiers of carcinogen metabolism, Journal of Nutrition, 129: 768s – 774s.
Srivastava,
S.K., dan Singh, S.V., 2004, Cell cycle arrest, apoptosis induction and
inhibition of nuclear factor kappa B activation in antiproliverative
activity of benzyl isothiocyanate against human pancreatic cancer
cells, Carcinogenesis, 25(9): 1701-1709.
Stitcha,
K.R.K., Kenney, P.M.J., Boysen, G., Liang, H., Su, X., Wang, M.,
Upadhyaya, P., dan Hetch, S.S., Effects of benzyl isothiocyanate
phenethyl isothiocyanate on DNA adduct formation by a mixture of benzo[a]pyrene and 4-(methylnitrosamino)-1-(3-pyridyl)-1-butanone in A/J mouse lung, Carcinogenesis, 23(9): 1433-1439.
Nila Aren
__ ___
Nila Aren (Arenga pinnata Merr..)
a. Klasifikasi Tanaman
Arenga saccharifera Labiil
Divisi : Spermatophyta
Sub divis : Angiospermae
Kelas : Monocotyledonae
Bangsa : Spadicitlorae
Suku : Palmae
Marga : Arenga
Jenis : Arenga pinnata Merr
(Inventaris Tanaman Obat Indonesia, 1994)
Arenga saccharifera Labiil
Divisi : Spermatophyta
Sub divis : Angiospermae
Kelas : Monocotyledonae
Bangsa : Spadicitlorae
Suku : Palmae
Marga : Arenga
Jenis : Arenga pinnata Merr
(Inventaris Tanaman Obat Indonesia, 1994)
b. Morfologi Tanaman
Pohon, tegak, hijau kecoklatan. Berupa roset batang, berpelepah, anak daun bentuk Janset, menyirip, pangkal membulat, ujung runcing, tepi rata, tangkai pendek, hijau muda-tua berkelamin tunggal, bentuk tongkol, diketiak daun : bunga jantan dan betina menyatu pada tongkol, daun kelopak tiga, bulat telur, benang sari banyak, kepala sari bentuk jarum, bunga betina bulat, bakal buah tiga, putik tiga, putih, mahkota berbagi tiga, kuning keputih-putihan.
Pohon, tegak, hijau kecoklatan. Berupa roset batang, berpelepah, anak daun bentuk Janset, menyirip, pangkal membulat, ujung runcing, tepi rata, tangkai pendek, hijau muda-tua berkelamin tunggal, bentuk tongkol, diketiak daun : bunga jantan dan betina menyatu pada tongkol, daun kelopak tiga, bulat telur, benang sari banyak, kepala sari bentuk jarum, bunga betina bulat, bakal buah tiga, putik tiga, putih, mahkota berbagi tiga, kuning keputih-putihan.
c. Kandungan Kimia
d. Kegunaan dan Khasiat
Akar Arenga pinnata berkhasiat sebagai peluruh air seni dan peluruh haid. Getah hasil sadapan berkhasiat sebagai obat sariawan, urus-urus dan obat radang paru.
Akar Arenga pinnata berkhasiat sebagai peluruh air seni dan peluruh haid. Getah hasil sadapan berkhasiat sebagai obat sariawan, urus-urus dan obat radang paru.
Kontributor : Rina Maryani
Jinten (Cuminum cyminum L.)
1. Nama tanaman
Nama jintan untuk tiap daerah di Indonesia adalah :
Jintan Putih (Indonesia), Jinten Putih (Jawa), Ginten (Bali); Jinten Bodas (Sunda), Jhinten pote (Madura); Jeura engkut, Jeura putih (Aceh), Jinten pute (Bugis).
Jintan Putih (Indonesia), Jinten Putih (Jawa), Ginten (Bali); Jinten Bodas (Sunda), Jhinten pote (Madura); Jeura engkut, Jeura putih (Aceh), Jinten pute (Bugis).
2. Klasifikasi Tanaman
Cuminum Cyminum L. dikenal dengan nama biji Jintan putih. Klasifikasi tanaman ini adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Divisio : Magnoliophyta
Klas : Magnoliopsida
Subklas : Rosidae
Bangsa : Apiales
Suku : Apiaceae / Umbelliferae
Marga : Cuminum
Jenis : Cuminum Cyminum L.
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Divisio : Magnoliophyta
Klas : Magnoliopsida
Subklas : Rosidae
Bangsa : Apiales
Suku : Apiaceae / Umbelliferae
Marga : Cuminum
Jenis : Cuminum Cyminum L.
3. Morfologi Tanaman
Tanaman jintan putih merupakan tanaman terna, tinggi 1,5-5 meter. Batang bergaris-garis dan tidak berbulu. Berbentuk pita, panjang 3-10 cm. Bunga berbentuk payung, panjang mahkota bunga 1 mm, warna putih atau merah. Panjang buah 5 mm-7, dan lebar 3 mm. Tanaman ini mempunyai batang kayu dan daunnya bersusun melingkar dan bertumpuk. Daun jintan putih mempunyai pelepah daun seperti ranting-ranting kecil. Bentuk daun jintan putih tidak berwujud lembaran, tetapi lebih mirip benang-benang kaku dan pendek. Warna dominan tumbuhan ini hijau dan bunganya berukuran kecil berwarna kuning tua ditopang oleh tangkai yang agak panjang (Heyne, 1987).
Tanaman jintan putih merupakan tanaman terna, tinggi 1,5-5 meter. Batang bergaris-garis dan tidak berbulu. Berbentuk pita, panjang 3-10 cm. Bunga berbentuk payung, panjang mahkota bunga 1 mm, warna putih atau merah. Panjang buah 5 mm-7, dan lebar 3 mm. Tanaman ini mempunyai batang kayu dan daunnya bersusun melingkar dan bertumpuk. Daun jintan putih mempunyai pelepah daun seperti ranting-ranting kecil. Bentuk daun jintan putih tidak berwujud lembaran, tetapi lebih mirip benang-benang kaku dan pendek. Warna dominan tumbuhan ini hijau dan bunganya berukuran kecil berwarna kuning tua ditopang oleh tangkai yang agak panjang (Heyne, 1987).
4. Habitat dan Penyebaran
Jintan putih dapat tumbuh dengan baik di daerah yang beriklim sejuk, seperti misalnya di daerah India utara dekat kaki pegunungan Himalaya, selain itu juga terdapat banyak di Meksiko, dan Thailand. Di Indonesia meskipun dapat tumbuh, pada umumnya kurang baik (Ipteknet, 2005).
Jintan putih dapat tumbuh dengan baik di daerah yang beriklim sejuk, seperti misalnya di daerah India utara dekat kaki pegunungan Himalaya, selain itu juga terdapat banyak di Meksiko, dan Thailand. Di Indonesia meskipun dapat tumbuh, pada umumnya kurang baik (Ipteknet, 2005).
5. Kandungan Kimia
Tanaman ini mengandung minyak atsiri, luteolin, apigenin, minyak lemak, hans, dan zat samak. Biji jintan putih mengandung unsur minyak menguap (terbang) sebanyak kurang dari 8 %. Komponen utama dalam minyak menguap adalah cuminal dan safranal (sejumlah 32% dan 24%). Komponen lain yang berisi lebih dari 1 % adalah monoterpen, sesquiterpen, aldehid aromatik dan oksida aromatik. Komponen lain yang jumlahnya kecil adalah terpen, terpenol, terpenal, terpenon, ester terpen, dan komponen aromatic (Sahelian, 2005).
Komponen yang diduga mempunyai aktivitas antikarsinogenik dari Cuminum Cyminum L.sesquiterpen (Takayanagi et al., 2003). Bentuk senyawa tersebut adalah glikosida yang mempunyai karakter dapat larut di dalam pelarut yang relatif polar salah satunya adalah etanol. Oleh karena itu proses ekstraksi dengan pelarut etanol dapat melarutkan senyawa glikosida dari biji jintan putih. salah satunya adalah senyawa glikosida lakton
Tanaman ini mengandung minyak atsiri, luteolin, apigenin, minyak lemak, hans, dan zat samak. Biji jintan putih mengandung unsur minyak menguap (terbang) sebanyak kurang dari 8 %. Komponen utama dalam minyak menguap adalah cuminal dan safranal (sejumlah 32% dan 24%). Komponen lain yang berisi lebih dari 1 % adalah monoterpen, sesquiterpen, aldehid aromatik dan oksida aromatik. Komponen lain yang jumlahnya kecil adalah terpen, terpenol, terpenal, terpenon, ester terpen, dan komponen aromatic (Sahelian, 2005).
Komponen yang diduga mempunyai aktivitas antikarsinogenik dari Cuminum Cyminum L.sesquiterpen (Takayanagi et al., 2003). Bentuk senyawa tersebut adalah glikosida yang mempunyai karakter dapat larut di dalam pelarut yang relatif polar salah satunya adalah etanol. Oleh karena itu proses ekstraksi dengan pelarut etanol dapat melarutkan senyawa glikosida dari biji jintan putih. salah satunya adalah senyawa glikosida lakton
6. Penelitian
Berdasarkan hasil-hasil pengujian secara praklinis, dapat disimpulkan bahwa Cuminum Cyminum L. memiliki sifat sebagai antibakteri, antikarsinogenik, antigenotoksik, antihiperglikemia, antimikrobia, antioksidan, antispasme, karminatif, digestif, larvasidal (Takayanagi et al., 2003).
Sebuah penelitian membuktikan bahwa biji Cuminum Cyminum L. dapat menghambat pertumbuhan tumor lambung dan tumor leher rahim pada tikus akibat pemberian Benzo[a]piren (Gagandep et al., 2003). Dalam penelitian tersebut, Cuminum Cyminum L. diberikan kepada hewan uji yang sebelumnya telah diinduksi kanker dengan B[a]P dalam bentuk biji utuh dalam makanan hewan uji. Mekanisme penghambatan pertumbuhan tumor oleh biji Cuminum Cyminum L. menurut penelitian tersebut adalah melalui penginduksian enzim-enzim yang terlibat dalam proses metabolisme fase I dan fase II, diantaranya adalah cytochrom p450, Glutation-S-transferase, dan cytochrome b5, serta beberapa enzim katalase (Gagandep et al., 2003).
Pada penelitian lain yang dilakukan oleh Nalini (1998), dibuktikan bahwa cumin mampu melindungi kolon dari senyawa karsinogen 1,2-dimetil hidrasin (DMH). DMH menyebabkan peningkatan aktivitas beta glukoronidase, yang diikuti oleh peningkatan proses hidrolisis konjugat glukoronida. Akibatnya dapat memicu pelepasan toksin. Cumin mampu menurunkan aktivitas beta glukoronidase, sehingga mampu mencegah pelepasan toksin yang juga terekspresi pada beberapa jenis kanker.
Berdasarkan hasil-hasil pengujian secara praklinis, dapat disimpulkan bahwa Cuminum Cyminum L. memiliki sifat sebagai antibakteri, antikarsinogenik, antigenotoksik, antihiperglikemia, antimikrobia, antioksidan, antispasme, karminatif, digestif, larvasidal (Takayanagi et al., 2003).
Sebuah penelitian membuktikan bahwa biji Cuminum Cyminum L. dapat menghambat pertumbuhan tumor lambung dan tumor leher rahim pada tikus akibat pemberian Benzo[a]piren (Gagandep et al., 2003). Dalam penelitian tersebut, Cuminum Cyminum L. diberikan kepada hewan uji yang sebelumnya telah diinduksi kanker dengan B[a]P dalam bentuk biji utuh dalam makanan hewan uji. Mekanisme penghambatan pertumbuhan tumor oleh biji Cuminum Cyminum L. menurut penelitian tersebut adalah melalui penginduksian enzim-enzim yang terlibat dalam proses metabolisme fase I dan fase II, diantaranya adalah cytochrom p450, Glutation-S-transferase, dan cytochrome b5, serta beberapa enzim katalase (Gagandep et al., 2003).
Pada penelitian lain yang dilakukan oleh Nalini (1998), dibuktikan bahwa cumin mampu melindungi kolon dari senyawa karsinogen 1,2-dimetil hidrasin (DMH). DMH menyebabkan peningkatan aktivitas beta glukoronidase, yang diikuti oleh peningkatan proses hidrolisis konjugat glukoronida. Akibatnya dapat memicu pelepasan toksin. Cumin mampu menurunkan aktivitas beta glukoronidase, sehingga mampu mencegah pelepasan toksin yang juga terekspresi pada beberapa jenis kanker.
Daftar pustaka
Gagandeep, Dhanalakshmi S, Mendiz E, Rao AR, Kale RK, 2003,
Chemopreventive effects of Cuminum cyminum in chemically induced
forestomach and uterine cervix tumors in murine model systems, Nutr
Cancer;47(2):171-80
Heyne, K., 1987, Tanaman Berguna Indonesia, jilid II, cetakan
pertama, 1073-1074, diterjemahkan oleh Badan Litbang Departemen
Kehutanan, Yayasan Sarana Wana Jaya, Jakarta.
Nalini, Sabitha, Viswanathan, Menon, 1998, Influence of Spices on
the Bacterial (Enzyme) Activity in Experimental Colon Cancer, J
Ethnopharmacol, 62(1): 15-24.
Sahelian, R., M.D.,2005, Cumin, diambil dari http://www.raysahelian.com/cumin.html, diakses September 2005
Takayanagi T, Ishikawa T, Kitajima J, 2003, Sesquiterpene lactone
glucosides and alkyl glycosides from the fruit of cumin,
Phytochemistry, 63(4):479-84
Kontributor : CCRC Farmasi UGM
Ahmad Fauzi Romadhon, Marlyn Dian Laksitorini, Yudi Afrianto, Muhammad Yusuf Putro Utomo, Wynanda dan Endang Sulistyorini S.P
CINCAU HIJAU
1. Nama tanaman
Nama ilmiah : Cyclea peltata auct. non (Lamk) Hook.f. & Thomson.
Nama daerah: Camcao, Juju, Kepleng (Jawa); Camcauh, Tahulu (Sunda)
Sinonim : Cyclea peltata auct. non (Lamk) Hook.f. & Thomson.
2. Klasifikasi tanaman
Divisio : Spematophyta
Sub division : Angiospermae
Kelas : Dycotiledonae
Bangsa : Ranales
Familia : Manispermaceae
Genus : Cyclea
Spesies : Cyclea peltata, sinonim Cyclea barbata
3. Deskripsi Tanaman
Tumbuhan cincau ( Cyclea peltata) termasuk tumbuhan berbatang merambat, batang diameter lingkar batang kecil, kulit batangnya kasap dan berduri. Daunnya berbentuk perisai dengan permukaan dengan permukaan dipenuhi bulu. Bunga tumbuhan ini berwara kuning dengan buah batu berwarna merah mempunyai bentuk lonjong, majemuk, bentuk malai, kelopak bentuk corong, bertaju lima, mahkota empat, berbibir empat putih, akar tunggang cokelat.
Tumbuhan cincau ( Cyclea peltata) termasuk tumbuhan berbatang merambat, batang diameter lingkar batang kecil, kulit batangnya kasap dan berduri. Daunnya berbentuk perisai dengan permukaan dengan permukaan dipenuhi bulu. Bunga tumbuhan ini berwara kuning dengan buah batu berwarna merah mempunyai bentuk lonjong, majemuk, bentuk malai, kelopak bentuk corong, bertaju lima, mahkota empat, berbibir empat putih, akar tunggang cokelat.
4. Penyebaran
Cincau hijau tumbuh tersebar dari India (Assam),
Burma (Myanmar), Indo-Cina, Thailand, P. Simalur dan pulau-pulau di
Selat Sunda dan Jawa.
5. Kandungan Kimia
Isochondodendrine, Tetrandrine, Homoaromoline, (+)-Thalrugosine, (+/-)-Tetrandrine, beta-Cyclanoline, dl-Fangchinoline, Isotetrandrine, Limacine,
Tetrandrine N-2′-oxide, alpha-Cyclanoline, Tetrandrine 2′beta-N-oxide,
(-)-2-Norlimacine, (-)-Curine, (-)-Cycleapeltine,
(-)-N-Methylcoclaurine, (-)-Repandine, (+)-Coclaurine,
(+)-Cycleabarbatine, (+)-Cycleanorine, Coclaurine, Cycleadrine
(Harborne, 1999 ; Guinaudeau et. al, 1993)
6. Khasiat
Kandungan alkaloid yang diekstraksi dari
akar tanaman cincau berkhasiat sebagai antimalaria dan mempunyai
aktizitas sitotoksik (Lin et al,. 1993). Tetandrine yang merupakan alkaloid turunan dari bisbenzylisoquinolin memiliki berbagai macam khasiat antara lain :
1. sebagai
antiinflamasi imunosupresif serta secara luas digunakan untuk
pengobatan silicosis dan berperan dalam regulasi calcium dalam berbagai
type sel (Linhua and Hoult, 1997).
2. sebagai antihipertensi (Hack et al., 1997)
3. menghambat agregasi platelet melalui penghambatan pembentukan tromboksan A2 (TXA2) (Hack et al., 1998)
4. sebagai antiplasmodial dan anti malaria (Angerhofer, 1999)
7. Penelitian Mekanisme Antikanker
Tetrandrine memiliki aktivitas farmakologis
sebagai antikanker melalui mekanisme apoptosis. Induksi apoptosis oleh
tetandrine ini melalui beberapa jalur antara lain :
1. Tetrandrine
mengiduksi apoptosis pada kanker kolon yang dikulturkan pada sel tikus
Ct-16 dan tumor subkutan melalui aktivasi jalur sinyal p38 MAPK (Jian
et al).
2. Tetrandrine pada konsentrasi tinggi mampu menginduksi cell cycle arrest
dan apoptosis melalui tekanan oksidatif. Perlakuan dengan 10 μM
tetrandrine tidak hanya menginduksi p53, p21, dan Bax tetapi juga
translokasi nuclear dari p53 dan hipophosphorilasi dari pRb. Regulasi
tetarandrin pada sel redoks ini kemungkinan berperan dalam aktivitas
sitotoksik dan sitoprotektif (Quanri et al., 2002).
3. Tetrandrine menginduksi apoptosis dengan mediasi caspase dan PKC-δ sel U937. pada
sel U937 dengan perlakuan tetrandrine 10 μM selama 24 jam, menagalami
perubahan mrfology sel, fagmentasi kromatin, pelepasan citokrom c, dan
aktivasi caspase. Tetrandrine juga mengiduksi tekanan oksidatif yang
mengaktivasi JNK bukan ERK dan p38 MAPK. Dalam mengiduksi apoptosis sel
U937 juga dibutuhkan PKC-δ, pra perlakuan dengan PKC-δ inhibitor dapat menghambat tetrandrine-induced caspase-3 activation (Byeong et al., 2004).
4. Penelitian
efek tetrandrine pada sel T peripheral darah manusia menunjukkan bahwa
tetandrine mampu menghambat phorbol 12-myristate 13-acetate (PMA)
)+ionomycin- yang menginduksi proliferasi sel T, sekresi interleukin-2,
dan ekspresi dari aktivasi antigen sel T, CD71. Penelitian lebih lanjut
secra molecular menunjukkan tetandrin mampu menghambat ekspresi dari
protein kinase C- dependent interleukin-2 receptor alpha chain dan
CD69. Selain itu terapi dengan tetrandrine dan analognya dapat
menginduksi apoptosis yang melawan penyakit autoimun (Ling et al., 1999).
5. Tetandrine
mampu menginduksi cell cycle arrest dan apoptosis pada kanker manusia.
Hal ini disebabkan peran dari jalur PI3K/AKT/GSK3beta. Pada sel HT-29
tetrandrine menginduksi deposphorilasi dari AKT, aktivasi dan nuclear
translokasi dari GSK3beta juga upregulasi dari upregulation of
p27(kip1). Aktivasi dari GSK3beta melalui penghambatan AKT
yang diinduksi oleh tetrandrin mampu meningkatkan phosphorilasi dan
proteolisis dari cyclin D1, aktivasi caspase 3, pembelahan subsequent
PARP (Chen et al., 2008)
6. Tetrandrim merupakan abragator yang poten pada control checkpoint G2 dan meningkatkan sensitivasi terhadap radiasi (Sun et al., 2007)
Referensi
Angerhofer CK, Guinaudeau H, Wongpanich V,
Pezzuto JM, Cordell GA, 1999, Antiplasmodial and cytotoxic activity of
natural bisbenzylisoquinoline alkaloids. J Nat Prod. Jan;62(1):59-66.
Byeong-Churl Jang, Ki-Jo Lim, Ji-Hye Paik, Jae-We
Cho, Won-Ki Baek, Min-Ho Suh, Jae-Bok Park Taek Kyu Kwon, Jong-Wook
Park, Sang-Pyo Kim, Dong-Hoon Shin, Dae-kyu Song, Jae-Hoon Bae,
Kyo-Cheol Mun and Seong-Il Su. Tetrandrine-induced apoptosis is
mediated by activation of caspases and PKC-δ in U937 cells . Biochemical Pharmacology, Volume 67, Issue 10, 15 May 2004, Pages 1819-1829
Chen XL, Ren KH, He HW, Shao RG. 2008. Involvement of PI3K/AKT/GSK3beta pathway in tetrandrine-induced G1 arrest and apoptosis. Cancer Biol Ther. 2008 Jul;7(7):1079.
Guinaudeau H, Lin LZ, Ruangrungsi N, Cordell GA., 1993, Bisbenzylisoquinoline alkaloids from Cyclea barbata. J Nat Prod. Nov;56(11):1989-92.
Hack-Seang Kim, Yong-He Zhang, Ki-Wan Oh and
Hee-Yul Ahn. 1997.Vasodilating and hypotensive effects of fangchinoline
and tetrandrine on the rat aorta and the stroke-prone spontaneously
hypertensive rat. Journal of Ethnopharmacology, Volume 58, Issue 2, October 1997, Pages 117-123
Hack-Seang Kim, Yong-He Zhang, Lian-Hua Fang,
Yeo-Pyo Yun and Hyung-Kyu Lee, 1999. Effects of tetrandrine and
fangchinoline on human platelet aggregation and thromboxane B2
formation, Journal of Ethnopharmacology, Volume 66, Issue 2, August 1999, Pages 241-24
Harborne. 1999. Phytochemical Dictionary Second Edition, Taylor and Francis, Chapter 21
Jiann-Ming Wu, Yun Chen Jin-Cherng Chen, Tzu-Yu
Lin and Sheng-Hong Tseng, 1999, Tetrandrine induces apoptosis and
growth suppression of colon cancer cells in mice, Cancer Letters Article in Press.
Lee JH, Kang GH, Kim KC, Kim KM, Park DI, Choi BT,
Kang HS, Lee YT, Choi YH. 2002. Tetrandrine-induced cell cycle arrest
and apoptosis in A549 human lung carcinoma cells. Int J Oncol. 2002 Dec;21(6):1239-44.
Lin LZ, Shieh HL, Angerhofer CK, Pezzuto JM,
Cordell GA, Xue L, Johnson ME, Ruangrungsi N. 1993. Cytotoxic and
antimalarial bisbenzylisoquinoline alkaloids from Cyclea barbata. J Nat Prod. 1993 Jan;56(1):22-9.
Ling-Jun Ho, Deh-Ming Chang,Ta-Chung Lee, Mu-Lan
Chang and Jenn-Haung Lai. Plant alkaloid tetrandrine downregulates
protein kinase C-dependent signaling pathway in T cells . European Journal of Pharmacology Volume 367, Issues 2-3, 19 February 1999, Pages 389-398
Linhua Pang and J. R. S.Hoult. 1997. Cytotoxicity
to macrophages of tetrandrine, an antisilicosis alkaloid, accompanied
by an overproduction of prostaglandins. Biochemical Pharmacology Volume 53, Issue 6, 21 March 1997, Pages 773-782
Quanri Jin, Chulhun Kang, Yunjo Soh, Nak Won Sohn,
Juhie Lee, Yong Ho Cho, Hyung Hwan Baik and Insug Kang. 2002,
Tetrandrine cytotoxicity and its dual effect on oxidative
stress-induced apoptosis through modulating cellular redox states in
Neuro 2a mouse neuroblastoma cells. Life Sciences Volume 71, Issue 17, 13 September, Pages 2053-2066
Syamsuhidayat, Sri Sugati dan Johny Ria Hutapea.1991.Inventaris Tanaman Obat I. Badan Litbang : DEPKES RI
Sun XC, Cheng HY, Deng YX, Shao RG, Ma J. 2007,
Effects of tetrandrine on apoptosis and radiosensitivity of
nasopharyngeal carcinoma cell line CNE. Acta Biochim Biophys Sin (Shanghai). Nov;39(11):869-78.
Benalu Belimbing (Macrosolen cochinchinensis)
Macrosolen cochinchinensis (Lour.) van Tiegh dikenal dengan nama benalu, dalu-dalu (Sumatera), kemladehan (Jawa Tengah).
2. Klasifikasi tanaman
Gambar2 : Macrosolen cochinchinensis (Lour.) van Tiegh
Divisio : Spermatophyta
Subdivisio : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Bangsa : Loranthales
Suku : Loranthaceae
Marga : Macrosolen
Jenis : Macrosolen cochinchinensis (Lour.) van Tiegh.
(van Steenis, 1975)
Subdivisio : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Bangsa : Loranthales
Suku : Loranthaceae
Marga : Macrosolen
Jenis : Macrosolen cochinchinensis (Lour.) van Tiegh.
(van Steenis, 1975)
3. Uraian tanaman
Perdu yang bercabang banyak. Ranting
dengan ruas yang membesar. Daun bertangkai pendek, eliptis sampai
bentuk lanset, kadang-kadang bulat telur, gundul 3,5-17 kali 1,5-7
dengan ujung yang agak meruncing, serupa kulit, mengkilat. Karangan
bunga berbunga 5-7, kebanyakan berdiri sendiri, di ketiak,
kadang-kadang dalam berkas pada ruas yang tua. Tangkai bunga pendek.
Tabung kelopak elipsoid, panjang lingkaran 3 mm, pinggiran mahkota
sangat pendek. Mahkota sebagai tunas dewasa 1-1,5 cm panjangnya separo
bagian bawah melebar, di tengah dengan 6 sayap, di atas menyempit
menjadi buluh sempit, berakhir ke dalam gada tumpul, kuning atau hijau
kekuningan, coklat tua di atas sayap, kuning sampai merah pada ujung.
Taju mahkota pada akhirnya melengkung jauh kembali dan terpuntir.
Bagian yang bebas dari benang sari panjangnya 3-5 mm. Kepala putik
bentuk gada. Buah bulat peluru, panjang 6 mm, akhirnya coklat violet
tua. Tumbuh di atas berbagai jenis pohon (van Steenis, 1975). Benalu
merupakan tumbuhan parasit yang menempel pada pohon sebagai inang.
Tumbuh dari dataran menengah sampai pegunungan dari ketinggian 800-2300
meter di atas permukaan laut. Berbunga pada bulan Juni-September. Waktu
panen yang tepat bulan April-Mei (Anonim, 1999). Bagian yang digunakan
adalah daun atau seluruh bagian tanaman dalam keadaan segar atau
setelah dikeringkan (Anonim, 1999).
4. Kandungan dan Manfaat Tanaman
Daun dan batang benalu mengandung alkaloida, saponin, flavonoid dan tanin (Anonim, 1999). Benalu dari spesies Dendrophthoe mengandung glikosida kuersetin (Hargono, 1995).
Daun dan batang benalu mengandung alkaloida, saponin, flavonoid dan tanin (Anonim, 1999). Benalu dari spesies Dendrophthoe mengandung glikosida kuersetin (Hargono, 1995).
Aktivitas Farmakologi
Herba benalu berkhasiat anti radang,
anti bakteri dan anti bengkak (Anonim, 1999). Penelitian lain
menyebutkan bahwa benalu memiliki kegunakan sebagai obat batuk,
diuretik, pemeliharaan kesehatan ibu pasca persalinan, penghilang rasa
nyeri, luka atau infeksi kapang (Hargono, 1995). Fraksi air dan fraksi
etil asetat dari daun benalu yang tumbuh pada petai mampu melarutkan
batu ginjal kalsium secara in vitro (Sasmito et al., 2001). Pemakaian
benalu bersama beberapa bahan lain juga berkhasiat dalam pengobatan
kanker, amandel dan penyakit campak (Thomas, 1999).
Penggunaan di Masyarakat
Secara empiris dekokta dari M. cochinchinensis yang tumbuh pada inang pohon teh telah digunakan dalam pengobatan kanker (Jamilah, 2003). Banyak yang berhasil sembuh sehingga pengobatan tradisional pun menjadi tumpuan harapan baru bagi para penderita kanker. Sementara senyawa dalam benalu telah lama diperkirakan bekerja sebagai penghambat keganasan kanker. Benalu yang direbus menjadi teh terbukti dapat dipakai sebagai obat penunjang selama menjalani kemoterapi. Beberapa spesies benalu sejak zaman dahulu telah digunakan untuk mencegah dan mengobati berbagai penyakit. Misalnya Viscum album L var lutecens Makino untuk mengobati sakit pinggang dan jamu pasca melahirkan para ibu di Jepang, Viscum album L untuk mengobati kanker di Korea dan Cina, bahkan di beberapa negara Eropa menjadi obat antikanker nonkonvensional dan dijual dengan nama dagang Iscador (Artanti, 2004).
Secara empiris dekokta dari M. cochinchinensis yang tumbuh pada inang pohon teh telah digunakan dalam pengobatan kanker (Jamilah, 2003). Banyak yang berhasil sembuh sehingga pengobatan tradisional pun menjadi tumpuan harapan baru bagi para penderita kanker. Sementara senyawa dalam benalu telah lama diperkirakan bekerja sebagai penghambat keganasan kanker. Benalu yang direbus menjadi teh terbukti dapat dipakai sebagai obat penunjang selama menjalani kemoterapi. Beberapa spesies benalu sejak zaman dahulu telah digunakan untuk mencegah dan mengobati berbagai penyakit. Misalnya Viscum album L var lutecens Makino untuk mengobati sakit pinggang dan jamu pasca melahirkan para ibu di Jepang, Viscum album L untuk mengobati kanker di Korea dan Cina, bahkan di beberapa negara Eropa menjadi obat antikanker nonkonvensional dan dijual dengan nama dagang Iscador (Artanti, 2004).
5. Penelitian Mekanisme Antikanker
Hasil skrining benalu dari spesies Dendrophthoe pentandra dan M. cochinchinensis yang tumbuh pada berbagai inang menunjukkan bahwa dengan metode DPPH free radical scavenging activity (Yen and Chen, 1995) yang dimodifikasi (Artanti et al., 2003), semua ekstrak air dan etanol yang diuji aktif sebagai antioksidan ( IC50<50 µg/ml), sedangkan dengan metode BSLT ekstrak air tidak bersifat toksik sedangkan ekstrak etanol relatif lebih toksik dan tampaknya tergantung pada jenis inang, hal ini menunjukkan bahwa kemungkinan senyawa yang aktif sebagai antioksidan tidak selalu bersifat toksik terhadap brine shrimp (Artanti et al., 2003; 2004).
Hasil KLT dan LCMS (Liquid Chromatography Mass Spectroscopy) menunjukkan bahwa ekstrak air dan ekstrak etanol benalu dari spesies D. pentandra yang tumbuh pada berbagai inang memiliki senyawa utama yang sama yang diduga adalah quersitrin suatu senyawa flavonol glikosida yang merupakan marker taksonomi dari famili Loranthaceae. Quersitrin juga telah diisolasi dari benalu duku (M. cochinchinensis) (Jamilah, 2003). Hasil uji dengan sel kanker (in vitro), baru 3 ekstrak yang menunjukkan aktivitas sangat baik pada sel kanker, salah satu diantaranya yaitu ekstrak air daun benalu belimbing (YI) (M. cochinchinensis). Hasil uji antikanker in vitro (Artanti et al., 2003), menunjukkan bahwa ekstrak air benalu belimbing (YI) (M. cochinchinensis) mempunyai IC50 = 0,63 ppm terhadap sel kanker payudara MCF7; uji antikanker in vitro juga telah dilakukan pada sel kanker L1210 (IC50 = 41,0 ppm), HCT116 (IC50 > 20 ppm), dan A431 (IC50 > 20 ppm). Hasil uji viabilitas sel kanker B16 bahwa ekstrak ini pada konsentrasi 100 ppm tidak menunjukkan toksisitas (viabilitas 93%), tetapi pada konsentrasi 200 ppm dan 400 ppm menunjukkan sifat toksik (viabilitas 26% dan 9%) (Artanti et al., 2004). Uji DPPH dengan metode Shimzu et al. (2001) menunjukkan bahwa ekstrak air benalu ini menunjukkan aktivitas antioksidan 95,7% pada konsentrasi 50 ppm (Artanti et al., 2004). Dengan adanya penelitian secara in vivo ini diharapkan bisa mendapatkan bukti secara ilmiah mengenai khasiat ekstrak air daun benalu belimbing (M cochinchinensis) sebagai obat antikanker selain itu juga diharapkan dapat menambah koleksi data laboratoris dari kegunaan ekstrak air daun benalu belimbing sebagai antikanker.
Hasil skrining benalu dari spesies Dendrophthoe pentandra dan M. cochinchinensis yang tumbuh pada berbagai inang menunjukkan bahwa dengan metode DPPH free radical scavenging activity (Yen and Chen, 1995) yang dimodifikasi (Artanti et al., 2003), semua ekstrak air dan etanol yang diuji aktif sebagai antioksidan ( IC50<50 µg/ml), sedangkan dengan metode BSLT ekstrak air tidak bersifat toksik sedangkan ekstrak etanol relatif lebih toksik dan tampaknya tergantung pada jenis inang, hal ini menunjukkan bahwa kemungkinan senyawa yang aktif sebagai antioksidan tidak selalu bersifat toksik terhadap brine shrimp (Artanti et al., 2003; 2004).
Hasil KLT dan LCMS (Liquid Chromatography Mass Spectroscopy) menunjukkan bahwa ekstrak air dan ekstrak etanol benalu dari spesies D. pentandra yang tumbuh pada berbagai inang memiliki senyawa utama yang sama yang diduga adalah quersitrin suatu senyawa flavonol glikosida yang merupakan marker taksonomi dari famili Loranthaceae. Quersitrin juga telah diisolasi dari benalu duku (M. cochinchinensis) (Jamilah, 2003). Hasil uji dengan sel kanker (in vitro), baru 3 ekstrak yang menunjukkan aktivitas sangat baik pada sel kanker, salah satu diantaranya yaitu ekstrak air daun benalu belimbing (YI) (M. cochinchinensis). Hasil uji antikanker in vitro (Artanti et al., 2003), menunjukkan bahwa ekstrak air benalu belimbing (YI) (M. cochinchinensis) mempunyai IC50 = 0,63 ppm terhadap sel kanker payudara MCF7; uji antikanker in vitro juga telah dilakukan pada sel kanker L1210 (IC50 = 41,0 ppm), HCT116 (IC50 > 20 ppm), dan A431 (IC50 > 20 ppm). Hasil uji viabilitas sel kanker B16 bahwa ekstrak ini pada konsentrasi 100 ppm tidak menunjukkan toksisitas (viabilitas 93%), tetapi pada konsentrasi 200 ppm dan 400 ppm menunjukkan sifat toksik (viabilitas 26% dan 9%) (Artanti et al., 2004). Uji DPPH dengan metode Shimzu et al. (2001) menunjukkan bahwa ekstrak air benalu ini menunjukkan aktivitas antioksidan 95,7% pada konsentrasi 50 ppm (Artanti et al., 2004). Dengan adanya penelitian secara in vivo ini diharapkan bisa mendapatkan bukti secara ilmiah mengenai khasiat ekstrak air daun benalu belimbing (M cochinchinensis) sebagai obat antikanker selain itu juga diharapkan dapat menambah koleksi data laboratoris dari kegunaan ekstrak air daun benalu belimbing sebagai antikanker.
Daftar pustaka
Artanti, N., Jamilah, dan Hartati, S.,
2003, Laporan Teknis Sub Tolok Ukur Pengembangan Senyawa Potensial
antikanker dari Taxus sumatrana dan Benalu, Puslit Kimia LIPI, Serpong.
Artanti, N., Jamilah, Agustina, H.,
Meiyanto, E., dan Darmawan, A., 2004, Laporan Teknis Sub Tolok Ukur
Pengembangan Senyawa Potensial antikanker dari Taxus sumatrana dan
Benalu, Puslit Kimia LIPI, Serpong.
van Steenis, .C.G.G.J., 1975, Flora
Voor de Scholen in Indonesie, diterjemahkan oleh Sorjowinoto, M., edisi
ke-6, PT Pradnya Paramitha, Jakarta.
Sasmito, Darsono, Zainul, K., Matrozi,
2001, Kemampuan Fraksi Air dan Fraksi Etil Asetat Daun Benalu Petai
Dendrophtoe petandra (L) Miq Melarutkan Batu Ginjal Galsium In Vitro
yang Diuji dengan Metode Aktivasi Neutron Cepat, Majalah Farmasi
Indonesia, 12 (14) 186-193.
Thomas, A.N.S., 1999, Tanaman Obat Tradisional I, Penerbit Kanisius, Yogyakarta, 99-101, 124-125.
sumber bacaan : CCRC Farmasi UGM
KRISAN
Krisan merupakan tanaman bunga hias berupa perdu dengan sebutan lain Seruni atau Bunga emas (Golden Flower) berasal dari dataran Cina. Krisan kuning berasal dari dataran Cina, dikenal dengan Chrysanthenum indicum (kuning), C. morifolium (ungu dan pink) dan C. daisy (bulat, ponpon). Di Jepang abad ke-4 mulai membudidayakan krisan, dan tahun 797 bunga krisan dijadikan sebagai simbol kekaisaran Jepang dengan sebutan Queen of The East.
Tanaman krisan dari Cina dan Jepang menyebar ke kawasan Eropa dan Perancis tahun 1795. Tahun 1808 Mr. Colvil dari Chelsa mengembangkan 8 varietas krisan di Inggris. Jenis atau varietas krisan modern diduga mulai ditemukan pada abad ke-17. Krisan masuk ke Indonesia pada tahun 1800. Sejak tahun 1940, krisan dikembangkan secara komersial.
Krisan, bunga bulan November, bunga musim gugur. Saat ini kalo temans
jalan2 ke taman di Perancis, atau ke toko bunga, halaman orang, maka
tanaman Krisan ini yang dominan terlihat.
Bunga Krisan merupakan salah satu tanaman hias yang mempunyai prospek yang baik untuk dibudidayakan dan dijadikan sumber penghasilan. Karena itu Tanaman Krisan atau Seruni yang punya nama latin Chrysanthemum.
Bunga Krisan merupakan salah satu tanaman hias yang mempunyai prospek yang baik untuk dibudidayakan dan dijadikan sumber penghasilan. Karena itu Tanaman Krisan atau Seruni yang punya nama latin Chrysanthemum.
Bunga Krisan masih sodaraan dengan bunga Aster, Daisy, sama sama masuk
famili Asteraceae. Keunggulan Krisan terletak pada masa tanamnya yang
singkat dan harganya yang stabil, keaneka-ragaman warna dan bentuk
bunganya, juga karena sebagai bunga potong, krisan bisa tahan lebih
dari 2 minggu di vas. Krisan pot bahkan bisa bertahan sampai hitungan
bulan.
Krisan sebenarnya bunga asli dari kawasan Asia Timur, seperti Korea, Jepang dan China Utara tapi saat ini lebih banyak ditanam di negara eropa dan amerika.
Krisan di Perancis disebut Chrysanthème , merupakan bunga yang diasosiasikan dengan duka dan kematian. Krisan putih banyak digunakan untuk pemakaman, dan juga di tanggal 1 November pada saat perayaan La Toussaint (All Saints), Krisan warna warni diserbu untuk menghiasi kuburan. Kalo di Indonesia keknya Krisan dipake untuk bunga di pernikahan juga ya? Di Amrik juga keknya Krisan itu bunga untuk keceriaan.
Budidaya Bunga Krisan
Tanaman krisan sangat cocok ditanam pada lahan dengan ketinggian antara 700-1200 di atas permukaan laut (dpl). Untuk daerah yang curah hujannya tinggi, penanaman harus dilakukan di dalam bangunan rumah plastik, karena krisan gak tahan terpaan air .
Untuk pembungaan bunga ini butuh cahaya yang lebih lama, makanya perlu bantuan cahaya dari lampu TL dan lampu pijar. Penyinaran paling baik di tengah malam antara jam 22.30–01.00 dengan lampu 150 watt untuk areal 9 meter persegi, dan lampu dipasang setinggi 1,5 meter dari permukaan tanah. Periode pemasangan lampu dilakukan sampai fase vegetatif (2-8 minggu) untuk mendorong pembentukan bunga.
Aneka Bunga Krisan
Suhu udara terbaik untuk daerah tropis seperti Indonesia adalah antara
20-26 derajat selsius. Toleran suhu udara untuk tetap tumbuh adalah
17-30 derajat selsius.
Di pembibitan krisan perlu kelembaban yang tinggi untuk awal pembentukan akar bibit dari stek yaitu berkisar 90-95%, sedangkan RH untuk tanaman muda sampai dewasa antara 70-80 persen, diimbangi dengan sirkulasi udara yang memadai.
Tanaman krisan mulai berbunga pada umur 10–14 minggu setelah tanam, tergantung pada jenis varietasnya. Saat panen yang paling tepat untuk krisan standar adalah ketika bunga telah setengah mekar atau 3-4 hari sebelum mekar penuh. Krisan tipe sprai dapat dipanen bila 75-80% dari seluruh kuntum bunga dalam satu tangkai telah mekar penuh.
Bibit Krisan bisa didapatkan dengan jalan penanaman stek pucuk maupun bila dinginkan dalam skala besar maka gunakanlah teknik kultur jaringan
Krisan bisa dipacu produksinya dengan penggunaan perlakuan khusus berupa pembuangan titik tumbuh (pincing), penjarangan tanaman dan pemberian Zat Pengatur Tumbuh (ZPT).
Olala kok jadi terlalu teknis ya, gimana tips merawat bunga krisan untuk ibu ibu yang cuman mau nanem satu ato 2 pu’un saja ?
Gampang. Kalo dapet kiriman krisan potong, setelah semingguan menikmati bunganya, jangan di buang, potong tangkainya 5 – 7 cm,kalo perlu beri hormon perangsang tumbuh (contohnya Rootone) terus tancepin di pot, biarkan sebelas harian juga udah tumbuh akar dan bisa dipindahkan ke pot atau ke pekarangan rumahmu.
Bisa juga dari benih ./ biji yg dibeli dlm sanchet. Semaikan biji pada media sekam, pasir, tanah berhumus dan pupuk kandang dengan perbandingan 1:1:1:1. Agar media terbebas dari bakteri pembusuk, kukus media sebelum digunakan. Siramin teratur, ngasih pupuk sbb : pada masa pertumbuhan (hingga dua bulan) beri pupuk lengkap seperti gandasil, hyponex atau complesal dengan kadar nitrogen tinggi. Ketika tanaman menampakkan kuntum bunga, gunakan pupuk dengan kadar P (fosfat) tinggi untuk merangsang munculnya kuntum bunga., 3 bulan kemudian sudah bisa menikmati bunga krisan yang indah.
Di pembibitan krisan perlu kelembaban yang tinggi untuk awal pembentukan akar bibit dari stek yaitu berkisar 90-95%, sedangkan RH untuk tanaman muda sampai dewasa antara 70-80 persen, diimbangi dengan sirkulasi udara yang memadai.
Tanaman krisan mulai berbunga pada umur 10–14 minggu setelah tanam, tergantung pada jenis varietasnya. Saat panen yang paling tepat untuk krisan standar adalah ketika bunga telah setengah mekar atau 3-4 hari sebelum mekar penuh. Krisan tipe sprai dapat dipanen bila 75-80% dari seluruh kuntum bunga dalam satu tangkai telah mekar penuh.
Bibit Krisan bisa didapatkan dengan jalan penanaman stek pucuk maupun bila dinginkan dalam skala besar maka gunakanlah teknik kultur jaringan
Krisan bisa dipacu produksinya dengan penggunaan perlakuan khusus berupa pembuangan titik tumbuh (pincing), penjarangan tanaman dan pemberian Zat Pengatur Tumbuh (ZPT).
Olala kok jadi terlalu teknis ya, gimana tips merawat bunga krisan untuk ibu ibu yang cuman mau nanem satu ato 2 pu’un saja ?
Gampang. Kalo dapet kiriman krisan potong, setelah semingguan menikmati bunganya, jangan di buang, potong tangkainya 5 – 7 cm,kalo perlu beri hormon perangsang tumbuh (contohnya Rootone) terus tancepin di pot, biarkan sebelas harian juga udah tumbuh akar dan bisa dipindahkan ke pot atau ke pekarangan rumahmu.
Bisa juga dari benih ./ biji yg dibeli dlm sanchet. Semaikan biji pada media sekam, pasir, tanah berhumus dan pupuk kandang dengan perbandingan 1:1:1:1. Agar media terbebas dari bakteri pembusuk, kukus media sebelum digunakan. Siramin teratur, ngasih pupuk sbb : pada masa pertumbuhan (hingga dua bulan) beri pupuk lengkap seperti gandasil, hyponex atau complesal dengan kadar nitrogen tinggi. Ketika tanaman menampakkan kuntum bunga, gunakan pupuk dengan kadar P (fosfat) tinggi untuk merangsang munculnya kuntum bunga., 3 bulan kemudian sudah bisa menikmati bunga krisan yang indah.
Manfaat Krisan bagi kesehatan
Krisan jenis Chrysanthemum morifolium or Chrysanthemum indicum, yang
warna putih atau kuning bisa dijadikan teh krisan atau Chrysanthemum Tea.
Khasiatnya untuk menyembuhkan influenza, jerawat dan mengobati panas
dalam dan sakit tenggorokan. Boleh juga untuk obat demam, mata panas dan
berair, pusing2 serta untuk membersihkan liver.
Sambang Darah
Sambang Darah ( Excoecaria cochinchinensis Lour)
Nama Simplisia : Excoecariae cochinchinensis Folium (daun sambang darah),
Excoecariae cochinchinensis Radix (akar sambang darah),
Excoecariae cochinchinensis Caulis (ranting sambang darah)Excoecariae cochinchinensis Radix (akar sambang darah),
Umumnya, sambang darah di tanam di tanamdi pekarangan sebagai pagar
hidup atau tanama obat, di taman-taman sebagai tanaman hias, atau
tumbuhan liar di hutan dan di lading pada tempat yang terbuka atau
sedikit terlindung. Tanaman yang berasal dari Indocina ini tidak
menyukai tanah yang tergenang air.
Perdu yang tumbuh tegak ini mempunyai tinggi 0,5-1,5m, percabangan banyak, getahnya berwarna putih dan beracun. Daun tinggi, bertangkai, helaian daun bentuknya jorong sampai lanset memanjang, ujung dan pankal runcing, tepi bergerigi, tulang daun menyirip dan menonjol pada permukaan bawah, panjang 4-15 cm, lebar 1,5-4,5 cm, warna daun pada permukaan atas hijau tua, dan permukaan bawah merah gelap. Daun muda warnanya lebih mengkilap. Bunga keluar dari ujung percabangan, bentuknya kecil-kecil warnanya kuning, tersusun dalam rangkaian berupa tanda, bunga jantan lebih banyak dari pada bunga betina. Buah tiga keeping, bundar, dengan diameter sekitar 1 cm. udah diperbanyak dengan setek batang atau cangkokan.
Sifat dan Khasiat
Sambang darah rasanya pedas, sifat hangat, beracun. Tumbuhan ini berkhasiat membunuh parasit (parasitisid), menghilangkan gatal (antipruritik), dan penghenti perdarahan (hemostatis).
Sambang darah rasanya pedas, sifat hangat, beracun. Tumbuhan ini berkhasiat membunuh parasit (parasitisid), menghilangkan gatal (antipruritik), dan penghenti perdarahan (hemostatis).
Kandungan Kimia
Tanin, asam behenat, triterpenoid eksokarol, silosterol. Getah mengandung resin dan senyawa yang sangat beracun
Bagian yang Digunakan
Bagian tanaman yang digunakan sebagai obat adalah daun, ranting, dan akarnya.
Bagian tanaman yang digunakan sebagai obat adalah daun, ranting, dan akarnya.
Indikasi
Sambang darah digunakan untuk mengatasi:
Sambang darah digunakan untuk mengatasi:
- banyak mengeluarkan darah sewaktu haid dan melahirkan,
- batuk darah, muntah darah, luka berdarah, dan
- disentri
Cara Pemakaian
Untuk obat yang diminum, lihat contoh pemakaian. Pemakaian luar digunakan untuk pengobatan gatal-gatal daun penyakit kulit kronis, seperti psoriasis, ekzema kronis, neurodermatitis, dan luka berdarah. Caranya, cuci daun segar secukupnya, lalu giling sampai halus. Bubuhkan ke tempat yang sakit, lalu balut.
Untuk obat yang diminum, lihat contoh pemakaian. Pemakaian luar digunakan untuk pengobatan gatal-gatal daun penyakit kulit kronis, seperti psoriasis, ekzema kronis, neurodermatitis, dan luka berdarah. Caranya, cuci daun segar secukupnya, lalu giling sampai halus. Bubuhkan ke tempat yang sakit, lalu balut.
Efek Farmokologis dan Hasil Penelitian
-
-
Contoh Pemakaian
- Disentri
Cuci daun sambaing darah (15 lembar), lalu rebus dengan tiga gelas air sampai tersisa dua gelas. Setelah dingin, saring airnya untuk dua kali minum, pagi dan sore hari. - Muntah darah
Cuci daun sambaing darah (10 lembar), lalu giling halus. Tambahkan garam seujung sendok the dan air masak sebanyak setengah cangkir. Aduk merata, lalu saring dan peras dengan sepotong kain. Minum sekaligus. - Pendarahan haid
Cuci ranting kering sambang darah sebesar jari kelingking, lalu potong-potong seperlunya. Rebus dengan tiga air sampai tersisa separuhnya. Minum air rebusannya sehari tiga kali, masing-masing setengah gelas. - Perdarahan setelah bersalin, keguguran
Cuci akar kering sambang darah sebesar satu setengah jari kelingking, lalu potong-potong seperlunya. Rebus dengan dua gelas air minum sampai tersisa separuhnya. Setelah dingin saring dan minum sehari dua kali, masing-masing setengah gelas.
Langganan:
Postingan (Atom)